Tuesday, February 14, 2017

[review] Warung Spesial Sambal "SS"

Kalau ditanya apakah saya suka pedas. Jawabannya tentu saja Ya! Tapi ada kriterianya. Saya cenderung suka pedasnya cabe merah ketimbang pedasnya cabe hijau atau rawit. Selain itu, saya lebih memilih menambahkan sambel belakangan daripada masakan yang bumbunya memang dibuat pedas. Alhasil saya memilih tempat makan pun berdasarkan cita rasa pedas yang ditawarkan.

Salah satu tempat yang saya tuju kalau lagi pengen makan pedas adalah “Spesial Sambal” atau yang lebih dikenal dengan “SS”. Pertama kali kenal SS ini ketika saya liburan ke Jogja pada 2012 yang lalu. Ketika itu saya menginap di rumah teman kuliah saya di daerah Condong Catur. Malamnya teman saya mengajak saya makan di SS yang terletak di ring road sekalian janjian dengan teman lain. Saya langsung suka sejak pertama kali makan di sana.

Dari sekian banyak menu yang ditawarkan, pesanan saya apabila makan di SS cenderung itu-itu saja. Untuk lauk biasanya saya memilih antara ayam goring dada, jambal asin atau telur dadar. Sayurnya biasanya cah kangkung, cah toge atau pecel. Ada satu menu yang tidak pernah ketinggalan yaitu sambel tahu. Setiap makan di SS saya selalu memilih sambel tahu. Sejak pertama kali makan di SS di tahun 2012 hingga sekarang nyaris lima tahun kemudian. Karena saya tidak pernah makan di SS sendiri, maka pesanan sambal pasti tidak cuma satu jadi bisa saling sharing. Saya juga suka icip-icip sambel lain seperti sambel kecap, tomat segar, manga muda dll. Tapi di lidah saya, belum ada yang seenak sambel tahu. Maka jika saya yang memesan, saya selalu memilih sambel tahu.


Sambel tahu favorit saya

Untuk sambel tahu sendiri, saya tentu sudah pernah mencoba di tempat lain. Tapi sejauh ini saya belum menemukan yang seenak sambel tahunya SS.

Karena ketagihan sejak pertama kali makan di sana, maka setiap ada yang mengajak saya makan,  saya akan menawarkan untuk makan di SS saja. Bahkan saya tidak keberatan makan di SS setiap hari. Teman-teman saya di Jogja sampai hapal. Alhasil sepertinya saya sudah pernah makan di hampir seluruh cabang SS di seluruh penjuru Jogja. Mulai dari dua cabang yang berdekatan di ring road utara, hingga cabang SS yang ada di Jogja City Mall. Tapi cabang yang paling sering saya datangi adalah yang di Monjali. Pertimbangannya adalah jarak yang relatif dekat dan rasa yang termasuk salah satu yang paling enak. Ya, dari mencoba makan di berbagai cabang, saya jadi menyimpulkan di setiap cabang rasanya tidak persis sama.

salah satu cabang ss (sumber)

Suatu ketika saya ke Semarang, teman saya bilang di sini ada juga kok. Saya pun sempat makan di dua cabang SS di Semarang. Salah satunya adalah cabang yang di Tembalang. Berbeda dengan di Semarang yang memang diberi tahu oleh teman saya, makan di SS Cirebon benar-benar di luar dugaan. Saya dan teman saya “menemukan” cabangnya secara tidak sengaja. Saya paling senang tentu saja ketika teman saya yang tinggal di Jatinangor mengajak saya makan di SS. Selain karena saya memang sangat suka, saya bahagia mengetahui di Jatinangor ada SS. Jadi  bisa makan di SS tidak hanya ketika di Jogja atau Semarang saja. Alhasil saya dan Juli pernah sengaja ke Jatinangor hanya untuk makan di SS.

Saya sudah lama tau kalau di Depok ada cabang SS juga. Jadi setelah pindah ke Jakarta, saya mengajak Juli untuk ke Depok. Waktu itu Juli juga pengen melihat-lihat kampus UI, belum pernah katanya. Ya  sudah sekalian saja. Sejak saat itu setiap ke Depok saya selalu menyempatkan makan di SS.

Suatu siang secara tidak sengaja saya melewati sebuah cabang SS di Tanjung Duren. Karena waktu itu saya naik ojek, jadi saya tidak ingat jalannya. Saya dan Juli pun googling karena ingin ke sana hari Minggunya. Pertama kali saya sampai di SS Tanjung Duren, saya sudah merasa ini bukan cabang SS yang saya lewati ketika itu. Setelah baca-baca buku menu saya baru tau, ternyata cabang SS di Tanjung Duren ada dua.

Menu yang biasa kami pesan

Untuk harga sendiri, menurut saya tergolong standar. Sambal di banderol mulai dari Rp 1500 hingga Rp 5000. Lauk paling mahal sepertinya adalah iga seharga Rp 20.000. Harga ini berbeda untuk setiap kota. Paling murah adalah harga di Jogja. Sekali makan saya hanya membayar sekitar 50 ribuan untuk berdua  kalau di Jogja. Di Jakarta sekali makan di SS kami menghabiskan sekitar 70 ribuan berdua. Di Jogja, kita diperbolehkan nambah nasi sepuasnya tanpa biaya tambahan. Sedangkan di kota lain nasi dihitung perpiring.

Karena ketagihan, hampir setiap minggu saya dan Juli makan di SS Tanjung Duren. Meskipun untuk mengantri hingga pesanan datang menghabiskan hampir satu jam sendiri.

Gak apa-apalah sekali-sekali J



2 comments:

  1. Ini yang punya ss pasti bahagia banget punya pecinta SS yang luar biasa,

    ReplyDelete